
Pembatalan Rencana Merger
Tokyo – Pada Jumat (13/2/2025), Honda (7267) dan Nissan (7201) mengumumkan bahwa mereka secara resmi menghentikan rencana merger. Kedua perusahaan ini telah mengumumkan rencana merger pada Desember 2024, yang diharapkan dapat membentuk perusahaan otomotif terbesar ketiga di dunia. Namun, perundingan cepat berakhir karena Honda mengusulkan agar Nissan menjadi anak perusahaan, bukan berada di bawah perusahaan holding yang sama.
Persetujuan Penghentian MOU
Kedua perusahaan menyatakan bahwa mereka telah menyetujui untuk menghentikan Memorandum of Understanding (MOU) yang ditandatangani pada 23 Desember 2024 untuk mempertimbangkan integrasi bisnis antara kedua perusahaan. Honda dan Nissan menyatakan bahwa mereka akan terus bekerja sama dalam kerangka kemitraan strategis yang telah dibentuk pada Agustus 2024, yang berfokus pada masa depan kendaraan listrik dan otomatis.
Tantangan untuk Nissan
Nissan, yang sedang menghadapi tekanan besar akibat penurunan penjualan dan keuntungan yang menurun, sedang mencari mitra baru untuk membantu mereka menghadapi tantangan pasar.
Penurunan Laba Operasional Nissan di Kuartal III-2024
Nissan mencatatkan penurunan laba operasional mencapai 78% di kuartal III-2024. Laba operasional Nissan hanya 31,1 miliar yen atau setara Rp3,3 triliun. Laba operasional Nissan pada kuartal ketiga tahun sebelumnya mencapai 141,6 miliar yen atau setara Rp15,1 triliun. Namun, pada kuartal III-2024, laba tersebut jauh lebih rendah dari perkiraan para analis yang memperkirakan laba operasional mencapai 63,2 miliar yen atau setara Rp6,7 triliun.
Proyeksi Laba Operasional Tahunan
Situasi ini membuat Nissan menurunkan proyeksi laba operasional tahunan sebesar 20%, menurunkannya menjadi 120 miliar yen dari perkiraan sebelumnya sebesar 150 miliar yen. Penurunan ini terjadi meskipun Nissan telah mengambil tindakan koreksi untuk stabilisasi bisnis dan penyesuaian produk untuk pertumbuhan yang menguntungkan. Namun, biaya penjualan yang lebih tinggi dan upaya optimasi inventaris, terutama di Amerika Serikat, serta meningkatnya biaya monozukuri, semuanya berkontribusi pada penurunan laba.