
Penguatan Harga Minyak di Tengah Ketidakpastian Global
Harga minyak mentah mengalami penguatan pada Senin (10/2/2025), setelah tiga hari mengalami penurunan. Investor tetap khawatir akan potensi konflik perdagangan yang dipicu oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Trump baru saja mengumumkan rencana untuk menerapkan tarif 25 persen terhadap impor baja dan aluminium ke AS.
Kenaikan Kontrak Berjangka Minyak
Kontrak berjangka minyak Brent meningkat 1,93 persen menjadi USD76,13 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) naik 2,04 persen menjadi USD72,49 per barel. Kenaikan ini terjadi setelah harga minyak mengalami penurunan sebesar 2,8 persen pada pekan lalu akibat kekhawatiran mengenai perdagangan global.
Dampak Tarif Baru Trump
Menurut MT Newswires, Trump menegaskan bahwa tarif baru ini mulai berlaku pada hari Senin, menambah beban tarif 10 persen yang sudah dikenakan pada impor dari China. Ia juga membuka kemungkinan untuk memberlakukan tarif 25 persen terhadap impor dari Kanada dan Meksiko setelah sebelumnya menunda kebijakan tersebut selama 30 hari. Uni Eropa juga tidak terhindar dari ancaman tarif tambahan.
Kebijakan tarif Trump yang seringkali mengejutkan, ditambah dengan dinamika domestik yang tidak stabil, turut memberikan dukungan pada pasar saham di AS. Namun, komoditas seperti minyak lebih rentan terhadap dampak kebijakan yang dapat meningkatkan biaya produksi global dan harga bagi konsumen di AS.
Ketidakpastian Pasar dan Peluang Pembelian
“Pasar masih menghadapi ketidakpastian terkait tarif, yang memengaruhi selera risiko secara keseluruhan dan berdampak pada harga minyak,” ungkap analis Onyx Capital, Harry Tchilinguiran. Setelah penurunan yang terjadi pekan lalu, sejumlah pelaku pasar mulai melihat kesempatan untuk melakukan pembelian pada harga yang lebih rendah.
Potensi Perang Dagang dan Dampak Ekonomi Global
Trump diperkirakan akan menandatangani perintah eksekutif mengenai tarif pada hari Senin atau Selasa, sebuah langkah yang berpotensi memicu perang dagang di berbagai sektor. Tarif baru ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi global dan menekan permintaan energi.
“Pasar kini menyadari bahwa isu terkait tarif kemungkinan akan terus muncul dalam beberapa pekan dan bulan ke depan,” ungkap analis IG, Tony Sycamore. “Investor mungkin mulai menyadari bahwa memberikan reaksi negatif terhadap setiap berita utama bukanlah strategi yang paling efektif.”
Respons China dan Dampak Pada Impor Minyak
Sementara itu, China mulai menerapkan tarif balasan terhadap beberapa produk ekspor dari AS pada hari Senin. Hingga saat ini, belum ada indikasi kemajuan dalam negosiasi antara Beijing dan Washington. Para trader di sektor minyak dan gas juga sedang mencari keringanan dari Beijing terkait impor minyak mentah dan gas alam cair (LNG) asal AS.
Pengaruh Pasokan dari Rusia dan Stok Minyak AS
Di sisi lain, harga minyak juga dipengaruhi oleh laporan yang menyebutkan bahwa Rusia kemungkinan akan memberlakukan larangan ekspor bensin selama satu bulan untuk menstabilkan harga menjelang musim tanam.
“Pasokan minyak mentah dan bensin dari Rusia yang lebih ketat telah mendorong harga minyak mentah Timur Tengah naik pada perdagangan awal hari ini,” kata Wakil Presiden Senior BOK Financial, Dennis Kissler. Namun, kenaikan harga minyak masih tertekan oleh meningkatnya stok minyak mentah di AS.
Pekan lalu, Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan bahwa stok minyak mentah meningkat sebesar 8,7 juta barel. OPEC+ juga telah mengonfirmasi rencana untuk meningkatkan pasokan dengan tambahan produksi sebesar 122 ribu barel per hari selama 18 bulan ke depan mulai bulan April. Meskipun tekanan pasokan memberikan dorongan bagi harga minyak, sentimen pasar tetap berhati-hati di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan dan ketidakpastian ekonomi global.