REGULAR INVESTORS – Rupiah diperkirakan akan terus bergerak dalam kisaran sempit di pasar spot pada hari Rabu ini, sambil menunggu hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang akan berlangsung siang nanti.
Indeks dolar Amerika Serikat (AS) mengalami penurunan berkelanjutan, di mana pada dini hari tadi, nilai tukar dolar ditutup turun tipis sebesar 0,06%. Sementara itu, pasar Treasury menunjukkan penguatan yang terbatas. Yield untuk surat utang AS dengan tenor pendek berada di 4,28%, sedangkan tenor 10 tahun tercatat di 4,40%.
Kondisi pasar ini memberikan ruang gerak yang terbatas bagi rupiah forward, yang semalam ditutup stabil di Rp15.869/US$ dan pagi ini bergerak di kisaran Rp15.879/US$. Level ini tidak jauh berbeda dengan posisi penutupan rupiah spot kemarin yang berada di Rp15.830/US$.
Latar belakang pasar global yang relatif tenang dapat memberikan kesempatan bagi rupiah untuk bergerak lebih stabil dalam rentang yang sempit.
Pada pembukaan pasar Asia pagi ini, sebagian besar mata uang Asia mengalami penguatan, dipimpin oleh won Korea Selatan yang meningkat sebesar 0,14%, diikuti oleh ringgit 0,14%, dolar Singapura 0,10%, dan yuan offshore 0,05%. Sementara itu, yen masih mengalami tekanan dengan penurunan sebesar 0,05%.
Dari segi teknis, nilai rupiah berpotensi mengalami penguatan terbatas hari ini menuju level resistance terdekat di Rp15.810/US$. Resistance berikutnya berada di Rp15.800/US$ hingga Rp15.740/US$ yang merupakan level optimis untuk penguatan rupiah dalam kerangka waktu harian.
Rupiah juga memiliki level support di Rp15.850/US$ dan level support psikologis di Rp15.900/US$. Jika level ini berhasil ditembus, maka akan mengkonfirmasi pergerakan support selanjutnya menuju Rp15.920/US$ dalam jangka menengah, menjauhi MA-200.
Apakah BI rate akan tetap ‘stabil’ atau ‘menurun’?
Hari ini, fokus para pelaku pasar akan tertuju pada Thamrin, pusat kegiatan Bank Indonesia. Siang ini, Dewan Gubernur Bank Indonesia akan mengumumkan hasil dari pertemuan bulanan yang akan menentukan apakah BI rate akan dipertahankan atau dikurangi.
Berdasarkan konsensus dari 36 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg hingga pagi ini, diperkirakan BI rate akan tetap pada level 6% untuk mendukung stabilitas nilai tukar rupiah yang diperkirakan masih akan menghadapi tekanan dalam waktu dekat.
Selama kuartal III-2024, nilai rupiah mengalami penurunan sebesar 4,36%. Meskipun demikian, penurunan ini masih lebih baik dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya seperti ringgit, yen, dan baht yang mengalami penurunan lebih dari 7% dalam periode yang sama.
Jika dilihat dari semester II-2024, rupiah masih mencatatkan penguatan sebesar 3,44%. Tekanan terhadap rupiah mulai muncul setelah hasil pemilihan presiden AS yang memenangkan Donald Trump, yang berpotensi mempengaruhi kebijakan pemangkasan suku bunga acuan Federal Reserve ke depan.
Namun, sekitar 25% ekonom yang disurvei memperkirakan bahwa Bank Indonesia akan melakukan pemangkasan suku bunga acuan dalam pertemuan bulan ini untuk mendukung pemulihan ekonomi domestik yang saat ini menghadapi tantangan kelesuan daya beli dan ketatnya likuiditas.
Pelemahan nilai tukar rupiah saat ini dianggap belum menjadi masalah serius, karena belum menembus batas psikologis Rp16.000/US$ dan selisih imbal hasil investasi tetap stabil di 247 bps, meskipun terjadi arus keluar modal asing yang terbesar sejak bulan April.
Di samping itu, Bank Indonesia memiliki cadangan devisa yang cukup, dengan posisi pada akhir Oktober mencapai rekor tertinggi sebesar US$151,2 miliar. Terbaru, cadangan devisa Indonesia juga mendapatkan tambahan likuiditas dari penerbitan sukuk global oleh Pemerintah Indonesia kemarin, yang bernilai US$2,75 miliar.
Ketersediaan cadangan devisa yang memadai dapat menjadi alat penting bagi bank sentral untuk mengatasi tekanan jangka pendek yang dapat mempengaruhi nilai rupiah.
Cek Berita dan Artikel lain di Google News dan WA Channel