Obligasi pemerintah, yang juga dikenal sebagai government bond, adalah instrumen utang yang diterbitkan oleh pemerintah suatu negara dalam mata uang lokal. Sementara itu, obligasi yang diterbitkan dalam mata uang asing sering disebut sebagai obligasi internasional atau sovereign bond.
Obligasi pemerintah sering kali dianggap sebagai “obligasi bebas risiko” karena pemerintah memiliki kemampuan untuk meningkatkan pajak atau mencetak uang guna memenuhi kewajiban pembayaran pada saat jatuh tempo. Istilah “bebas risiko” di sini merujuk pada keamanan dari risiko kredit. Namun, risiko lain tetap ada, seperti risiko nilai tukar bagi investor asing, di mana nilai tukar dolar AS dapat melemah terhadap mata uang lainnya.
Selain itu, terdapat risiko inflasi, di mana pada saat jatuh tempo, nilai yang diterima oleh investor dapat tergerus oleh inflasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan imbal hasil yang diperoleh. Obligasi pemerintah juga dapat mengandung risiko jika diterbitkan oleh negara yang memiliki kebijakan finansial yang kurang stabil. Hal ini dapat dilihat dari peringkat yang diberikan oleh lembaga pemeringkat seperti Fitch, Moody’s, dan S&P, yang memberikan rating di bawah BBB-, menandakan bahwa negara tersebut berada dalam kategori non investment grade.
Sebagai instrumen investasi, obligasi menawarkan berbagai keuntungan, tetapi juga disertai dengan sejumlah risiko.
Risiko Obligasi Pemerintah
Secara umum, terdapat empat risiko utama yang perlu dipahami oleh investor sebelum memutuskan untuk berinvestasi dalam obligasi:
- Risiko Likuiditas Risiko ini muncul ketika obligasi sulit untuk diperdagangkan di pasar sekunder. Obligasi dianggap likuid jika terdapat permintaan yang tinggi di pasar. Faktor-faktor yang mempengaruhi likuiditas ini termasuk karakteristik penerbit, tingkat kupon, dan jangka waktu obligasi tersebut. Semua obligasi memiliki risiko likuiditas, namun obligasi pemerintah biasanya lebih likuid karena adanya pihak yang berfungsi sebagai pembuat pasar yang siap membeli.
- Risiko Maturitas Risiko ini berkaitan dengan jangka waktu jatuh tempo obligasi. Semakin panjang jangka waktu tersebut, semakin tinggi pula tingkat risikonya. Sebagai imbalan, penerbit obligasi dengan jangka waktu lebih lama biasanya menawarkan kupon bunga yang lebih tinggi.
- Risiko Suku Bunga Harga obligasi berhubungan terbalik dengan suku bunga. Ketika suku bunga acuan, seperti BI Rate, menurun, harga obligasi cenderung meningkat. Sebaliknya, jika suku bunga naik, harga obligasi akan cenderung menurun. Oleh karena itu, investor yang berinvestasi dalam obligasi perlu cermat dalam memprediksi tren pergerakan suku bunga agar obligasi yang dibeli dapat memberikan hasil investasi yang optimal.
- Risiko Gagal Bayar (Default) Risiko ini terkait erat dengan obligasi korporasi. Sementara itu, obligasi negara memiliki kemungkinan gagal bayar yang sangat rendah selama pemerintah Indonesia tetap berfungsi. Oleh karena itu, penting bagi investor untuk selektif dan memahami dengan baik karakteristik serta kemampuan finansial dari setiap penerbit obligasi. Semakin tinggi kupon bunga yang ditawarkan, semakin besar pula risiko yang harus dihadapi oleh investor.
Keuntungan Obligasi Pemerintah
Di samping berbagai risiko yang ada, investasi obligasi juga memberikan keuntungan yang menarik:
- Pendapatan Tetap dari Kupon Bunga Keuntungan berupa pendapatan tetap dari kupon bunga yang dibayarkan secara berkala oleh penerbit. Umumnya, suku bunga obligasi lebih tinggi dibandingkan dengan bunga deposito atau BI Rate. Selain itu, waktu jatuh tempo obligasi akan mempengaruhi besaran bunga yang diterima oleh investor.
- Capital Gain (Keuntungan Modal) Capital gain atau selisih harga saat menjual obligasi. Keuntungan ini diperoleh ketika investor menjual obligasi di pasar sekunder dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga pokok atau harga saat obligasi diterbitkan. Transaksi jual beli obligasi dinyatakan dalam bentuk persentase dari harga pokok obligasi. Sebagai contoh, jika harga pokok obligasi adalah 1 juta dan di pasar sekunder dijual dengan harga 110%, maka obligasi tersebut ditransaksikan seharga Rp 1,1 juta.