REGULAR-INVESTOR.COM – Pemerintah berkomitmen untuk menyelamatkan perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman (Sritex). Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita setelah Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang beberapa waktu lalu.
Agus menjelaskan bahwa upaya penyelamatan Sritex merupakan instruksi langsung dari Presiden Prabowo Subianto, yang meminta beberapa kementerian terkait untuk melakukan analisis mendalam guna menyelamatkan perusahaan tersebut.
“Presiden Prabowo telah mengarahkan Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Menteri BUMN, dan Menteri Tenaga Kerja untuk segera mengeksplorasi berbagai opsi dan skema dalam rangka menyelamatkan Sritex,” ungkap Agus dalam keterangan tertulis yang dirilis pada Sabtu (26/10/2024).
Agus juga menegaskan bahwa fokus utama pemerintah saat ini adalah melindungi karyawan Sritex dari risiko pemutusan hubungan kerja (PHK). Langkah-langkah akan segera diambil untuk memastikan operasional perusahaan tetap berjalan dan pekerja dapat terhindar dari PHK.
“Opsi dan skema penyelamatan ini akan segera disampaikan setelah empat kementerian menyelesaikan perumusan strategi penyelamatan,” ujarnya.
Sebelumnya, PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex telah mengajukan kasasi terkait putusan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Dalam putusan tersebut, Sritex beserta tiga anak usahanya, yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, dinyatakan pailit oleh PN Semarang.
Kami menghargai keputusan hukum tersebut dan segera mengambil langkah dengan melakukan konsolidasi internal serta berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan yang relevan. Saat ini, kami telah mengajukan kasasi untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik dan memastikan kepentingan semua pihak terkait terpenuhi,” ungkap manajemen Sritex dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (25/10/2024).
Manajemen Sritex menegaskan bahwa ini adalah wujud tanggung jawab kami kepada kreditur, pelanggan, karyawan, dan pemasok yang telah mendukung perusahaan selama ini.
Sritex juga menyampaikan bahwa saat ini terdapat sekitar 14.112 karyawan yang terkena dampak langsung dari situasi perusahaan, dengan total 50.000 karyawan yang tergabung dalam grup Sritex.
Sritex dinyatakan pailit setelah menghadapi masalah utang yang berkepanjangan. Hingga akhir tahun lalu, kewajiban jangka pendek Sritex tercatat sebesar US$113,02 juta, di mana US$11 juta di antaranya merupakan utang bank jangka pendek kepada Bank Central Asia (BBCA). Sementara itu, dari total kewajiban jangka panjang sebesar US$1,49 miliar, sebesar US$858,05 juta adalah utang bank.
Sebagian besar utang bank jangka panjang berasal dari utang sindikasi yang melibatkan Citigroup, DBS, HSBC, dan Shanghai Bank, dengan total mencapai US$330 juta. Selain itu, BCA, Bank QNB Indonesia, Citibank Indonesia, Bank BJB, dan Mizuho Indonesia tercatat sebagai kreditur utama, masing-masing dengan kewajiban SRIL lebih dari US$30 juta.
Selain lima bank tersebut, perusahaan juga memiliki utang kepada 19 bank lainnya, yang sebagian besar merupakan bank asing atau bank swasta yang dimiliki oleh asing.
Dalam laporan keterbukaan informasi terbaru, perusahaan tekstil ini mengungkapkan bahwa utangnya terus meningkat dan juga menyebutkan status karyawan yang dirumahkan.
Rincian utang usaha yang dimaksud adalah utang yang belum jatuh tempo per 31 Maret 2024, yang mencapai US$31,67 juta, meningkat sebesar US$8,7 juta dibandingkan posisi pada Desember 2023.
Selanjutnya, utang yang jatuh tempo dalam waktu 30 hari meningkat sebesar US$630.000, utang yang jatuh tempo dalam 31-90 hari naik US$1,2 juta, dan utang yang jatuh tempo dalam 91-180 hari meningkat sebesar US$468.000.
SRIL juga telah melakukan penyesuaian terhadap surat utang jangka pendek (MTN) yang sebelumnya jatuh tempo pada 18 Mei 2021, kini diubah menjadi 29 Agustus 2027. Manajemen SRIL menyatakan, “Karena masalah likuiditas, perusahaan mengajukan permohonan untuk relaksasi dalam pembayaran pokok dan bunga MTN.”
Kondisi keuangan yang sulit ini memaksa Sritex untuk melakukan langkah efisiensi. Sepanjang tahun lalu, perusahaan telah mengurangi jumlah karyawan sebanyak 2.232, dari total 16.370 karyawan pada akhir 2022, sehingga tersisa 14.138 karyawan pada akhir tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel lain di Google News dan WA Channel