Tragedi Iran Air 655: Salah Tembak AS yang Menggemparkan Dunia

Pada 3 Juli 1988, di langit Selat Hormuz yang biasanya tenang, sejarah dunia penerbangan sipil tercoreng. Pesawat Iran Air 655 jatuh ditembak rudal kapal perang Amerika Serikat, USS Vincennes—menewaskan seluruh penumpangnya. Tragedi ini tak hanya menguras duka, tetapi juga memperkeruh tensi politik global.

Detik-detik Salah Tembak di Tengah Konflik Teluk

Kala itu, USS Vincennes tengah bertugas di perairan strategis Selat Hormuz dalam misi menghadang potensi ancaman dari Iran selama Perang Iran-Irak. Saat radar mendeteksi satu titik bergerak cepat, Kapten William C. Rogers III mengira itu jet tempur Iran jenis F-14. Tanpa konfirmasi lebih lanjut, rudal dilepaskan pukul 10.24 waktu setempat.

Hantaman rudal tersebut menghancurkan pesawat komersial Iran Air 655, yang sedang dalam penerbangan dari Teheran menuju Dubai. Airbus A300 itu membawa 290 jiwa, termasuk 66 anak-anak—semuanya tewas seketika.

Reaksi Dunia dan Penolakan AS untuk Minta Maaf

Meski kemudian mengakui telah salah menembak, pemerintah AS tidak pernah meminta maaf secara resmi. Presiden Ronald Reagan bahkan membenarkan tindakan kapal perangnya sebagai aksi bela diri. Pentagon hanya menyampaikan “penyesalan mendalam” atas insiden tersebut.

Padahal, menurut investigasi dan laporan media seperti Newsweek, pesawat berada di jalur komersial yang sah, dan pilot Iran Air 655 bahkan telah mengikuti prosedur komunikasi standar. Sayangnya, kesalahan identifikasi oleh USS Vincennes merenggut ratusan nyawa tanpa kompensasi moral yang sepadan.

Implikasi Hukum Internasional dan Ganti Rugi

Tragedi ini bergulir ke Mahkamah Internasional pada 1992. AS akhirnya diperintahkan membayar ganti rugi sebesar US$ 61,8 juta kepada keluarga korban. Namun yang ironis, dalam catatan akhir pengadilan, AS tidak dinyatakan bersalah secara hukum internasional—sebuah keputusan yang hingga kini memicu kontroversi.

Cermin Konflik dan Ketegangan Global

Tragedi Iran Air 655 menjadi simbol kelam dari ketegangan geopolitik yang tak terkendali. Ia menyimpan pelajaran pahit tentang bagaimana keputusan militer di zona konflik bisa berdampak tragis bagi warga sipil tak bersalah. Hingga hari ini, peristiwa itu menjadi pengingat bahwa akurasi, kehati-hatian, dan akuntabilitas adalah kunci dalam operasi militer modern.

Post Comment