Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan penyesuaian terhadap ketentuan batasan manfaat ekonomi atau suku bunga untuk industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer-to-peer lending (Pindar) pada hari Selasa, 31 Desember.
Ketentuan ini menetapkan batasan manfaat ekonomi sebesar 0,3% per hari untuk sektor konsumtif dengan tenor kurang dari 6 bulan, sedangkan untuk tenor lebih dari 6 bulan ditetapkan sebesar 0,2% per hari. Untuk sektor produktif Mikro dan Ultra Mikro, batasan manfaat ekonomi ditetapkan menjadi 0,275% per hari untuk tenor kurang dari 6 bulan, dan 0,1% per hari untuk tenor di atas 6 bulan. Sementara itu, untuk sektor produktif Kecil dan Menengah, batasan manfaat ekonominya ditetapkan sebesar 0,1% per hari, baik untuk tenor kurang dari 6 bulan maupun tenor di atas 6 bulan.
Menanggapi kebijakan ini, PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia atau Akseleran menyatakan bahwa perubahan tersebut tidak mempengaruhi kinerja perusahaan dan penyaluran pinjaman. Hal ini disebabkan suku bunga yang diterapkan Akseleran berada di bawah 0,1% per hari.
“Dengan demikian, Akseleran tidak terlalu terpengaruh oleh kebijakan ini, karena bunga kami memang di bawah 0,1% per hari. Namun, kami menghargai kebijakan OJK yang membedakan suku bunga antara sektor konsumtif dan produktif,” ungkap CEO & Co-Founder PT Akselerasi Usaha Indonesia, Ivan Nikolas, kepada RSI pada hari Rabu, 1 Januari.
Ivan menjelaskan bahwa kebijakan suku bunga tidak akan mempengaruhi strategi perusahaan di masa mendatang. Strategi Akseleran akan tetap fokus pada peningkatan penetrasi untuk menjangkau penerima pinjaman, baik melalui penjualan langsung maupun kemitraan.
“Kebijakan suku bunga tidak berdampak pada kami, sehingga tidak berhubungan dengan strategi Akseleran di tahun 2025,” tambahnya.
Lebih lanjut, Ivan mengungkapkan bahwa selama tahun 2024, Akseleran telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp 3 triliun. Angka ini menunjukkan pertumbuhan sekitar 7% dibandingkan dengan tahun 2023 yang mencapai Rp 2,8 triliun.
“Kami sebenarnya berharap penyaluran pinjaman di tahun 2024 bisa lebih tinggi dari itu. Namun, jika dilihat dari sisi permintaan, pinjaman tidak sekuat yang kami proyeksikan sebelumnya,” jelasnya.
Ivan juga menyatakan bahwa hal ini disebabkan oleh keputusan Bank Indonesia (BI) yang baru saja menurunkan suku bunganya menjadi 6% dari sebelumnya 6,25% pada September 2024, bukan di awal tahun.
“Awalnya, Akseleran berharap BI bisa menurunkan suku bunganya di awal tahun 2024. Namun, setelah lebaran, suku bunganya justru naik, sehingga kami mengalami miss project,” tuturnya.
Di sisi lain, Ivan menyebutkan bahwa target penyaluran pinjaman untuk tahun 2025 ditetapkan sekitar Rp 3,5 triliun, yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2024.