Jakarta – Tantangan besar kembali dihadapi oleh industri otomotif nasional pada tahun 2025. Hal ini disebabkan oleh rencana pemerintah untuk menerapkan opsi pajak atau pungutan daerah tambahan pada kendaraan bermotor yang akan mulai berlaku pada 5 Januari 2025.
Kebijakan opsi pajak ini merupakan bagian dari reformasi fiskal yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Untuk kendaraan bermotor, kebijakan ini akan dikenakan pada pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Opsi PKB dan BBNKB akan dipungut oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) atau Pemerintah Kota (Pemkot) dengan tarif sebesar 66% dari PKB dan BBNKB yang diterima oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov).
Berdasarkan informasi yang kami miliki, beberapa provinsi telah menyusun Peraturan Gubernur (Pergub) terkait sinergi antara provinsi dan kabupaten/kota yang berhubungan dengan kebijakan opsi pajak ini. Provinsi tersebut antara lain Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Namun, kebijakan ini tidak akan diterapkan di Jakarta dan Jawa Timur.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, menyatakan bahwa penerapan opsi pajak ini akan menimbulkan banyak tantangan bagi penjualan mobil baru di tahun mendatang.
“Kebijakan ini perlu disikapi dengan bijak oleh pemerintah daerah, karena mereka yang lebih memahami dan memiliki data yang diperlukan untuk menerapkan opsi pajak,” ujarnya pada hari Minggu, 29 Desember.
Karena ketidakpastian mengenai nama-nama daerah yang menerapkan opsi pajak, Gaikindo tetap bersikap hati-hati terhadap prospek industri otomotif nasional pada tahun 2025. Kukuh mengungkapkan kekhawatirannya bahwa jika pajak daerah meningkat, penjualan mobil nasional dapat menurun mendekati level yang terjadi selama pandemi Covid-19.
Perusahaan konglomerat di sektor otomotif, PT Astra International Tbk (ASII), berencana untuk mengevaluasi lebih lanjut dampak dari opsi pajak terhadap kinerjanya di tahun mendatang. ASII memperkirakan bahwa pasar kendaraan roda empat akan mengalami penurunan seiring dengan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan opsi pajak.
“Target kami tampaknya akan bersifat konservatif,” ungkap Tira Ardianti, Kepala Hubungan Investor Korporat ASII, pada hari Senin, 30 Desember.
Di sisi lain, Ketua Bidang Komersial Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Sigit Kumala, menilai bahwa penerapan opsi pajak bersamaan dengan PPN 12% dapat berpotensi mengurangi penjualan sepeda motor di tanah air. Sebelum adanya dua kebijakan perpajakan tersebut, AISI memproyeksikan penjualan sepeda motor nasional akan berada di kisaran 6,4 juta unit hingga 6,7 juta unit pada tahun 2025.
“Namun, dengan adanya perhitungan ini, kami perlu menilai kembali dampaknya,” tambahnya, Senin, 30 Desember.
Sigit juga menyampaikan bahwa AISI telah menerima informasi mengenai rencana pemberian insentif untuk mengantisipasi dampak dari opsi pajak pada tahun 2025. Asosiasi ini berharap insentif tersebut dapat mencegah kenaikan opsi pajak mencapai 4%-7%.
Teuku Agha, Kepala Departemen Penjualan & Pemasaran PT Suzuki Indomobil Sales (SIS), menyatakan bahwa penerapan opsi pajak dapat menyebabkan konsumen menunda keputusan untuk membeli sepeda motor pada tahun mendatang.
“Ada kemungkinan konsumen akan beralih ke pembelian sepeda motor bekas, karena tidak terpengaruh oleh opsi,” tambahnya pada hari Senin, 30 Desember. Suzuki akan terus memantau perkembangan kebijakan opsi pajak sebelum menentukan langkah strategis bisnis selanjutnya.