JAKARTA – Kabinet Merah Putih yang dimaksud disampaikan Presiden Prabowo Subianto selepas pelantikannya pada Mingguan (20/10) dinilai gemuk dengan 48 menteri dan juga 55 duta menteri. Banyaknya jumlah keseluruhan pembantu presiden ke Kabinet Merah Putih yang disebutkan dikhawatirkan akan membebani belanja birokrasi negara.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan, beban belanja yang besar ini harus diimbangi dengan pencabutan pajak yang dimaksud besar pula nantinya. “Ini kan repot sih ke depan kalau peningkatan total pelaksana birokrasi ini tidak ada dihadiri oleh dengan peningkatan penerimaan perpajakan gitu ya. Karena nanti beban belanja pegawai akan meningkat signifikan, gitu,” kata Abdul pada waktu dihubungi, Rabu (23/10/2024).
Sementara itu, kata Abdul, anggaran belanja negara ketika ini telah tersandera oleh pembayaran bunga utang yang dimaksud cukup tinggi. Bunga utang yang digunakan meningkat, ditambah belanja permintaan pegawai lantaran perluasan total kementerian, pembiayaan keinginan birokrasi negara yang disebutkan akan berubah menjadi kendala tersendiri.
“Apalagi pemerintah ingin mem-boosting perekonomian ini bertambah 8% gitu ya. Nah ini akan repot sih, saya takutnya nanti yang digunakan namanya disiplin fiskal itu jangan sampai kebobolan ya. Misalnya akibat kita sudah ada memaksakan birokrasi yang digunakan banyak, tanpa peringatan nggak punya duit jadi kita malah akan melepas yang tersebut namanya disiplin fiskal,” tuturnya.
Abdul mengatakan, keinginan belanja pegawai birokrasi yang mana terserap dari APBN sudah ada mencapai 18%. Sementara bunga utang negara telah dilakukan menyentuh 20-22% pada tahun 2025. Bagi Abdul, situasi ini akan semakin membebani kas negara.
“Terus dari mana penghasilan mereka? Tentu dari APBN, nggak bisa jadi dari lain dong, kan itu tanggung jawabnya APBN. Kalau kita lihat komposisi dari belanja pemerintah pusat itu kan sebenarnya telah sekitar 20% itu belanja pembayaran bunga utang ya,” ujarnya.
Sebelumnya, ekonom senior Indef Fadhil Hasan juga menafsirkan Kabinet Merah Putih yang digunakan relatif besar berpotensi menghambat upaya mewujudkan mimpi Pemerintahan Prabowo-Gibram. Kabinet gemuk ini menurutnya berkemungkinan menggerakkan lamban.
“Risiko dari kabinet super gemuk bisa jadi dikatakan bahwa di 1-2 tahun ke depan, selain masalah inefisiensi, maka gerakannya telah pasti lamban. Padahal Prabowo ingin suatu pergerakan yang mana cepat, pada pelaksaan beragam inisiatif lalu visinya,” jelasnya pada acara diskusi masyarakat indef, Selasa (22/10).
Fadhil juga mengkhawatirkan permasalahan koordinasi. Sebab, belajar dari beberapa pemerintahan sebelumnya, koordinasi antarkementerian/lembaga kerap bermetamorfosis menjadi persoalan di menjalankan bervariasi kebijakan lalu program.
Artikel ini disadur dari Risiko Kabinet Gemuk, Bakal Bebani Belanja Birokrasi