Jakarta – Setelah sempat didesuskan tak masuk jajaran Kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Menteri Keuangan alias Menkeu Sri Mulyani Indrawati akhirnya dipinang Prabowo sebagai bendahara negara untuk pemerintahan mendatang.
Usai berubah jadi pembantu Presiden Joko Widodo alias menteri Jokowi sejak 2016 dalam Kementerian Keuangan atau Kemenkeu, Sri Mulyani akan kembali bekerja untuk pemerintahan Prabowo-Gibran. Kabar ini dikonfirmasi Sri Mulyani usai menemui Prabowo di dalam Kertanegara, DKI Jakarta pada Senin, 14 Oktober 2024.
“Saya berdiskusi cukup lama dengan Pak Prabowo, pada menyusun kabinet, beliau memohonkan saya untuk untuk berubah jadi Menteri Keuangan kembali,” kata Sri Mulyani untuk wartawan, Hari Senin malam.
Nyaris delapan tahun menjabat sebagai Menkeu era Jokowi, Sri Mulyani terkenal sebagai figur dengan integritas juga kredibilitas yang dimaksud baik, sehingga mendapatkan kepercayaan besar dari pelaku lingkungan ekonomi kemudian juga komunitas internasional. Kendati demikian, tidak berarti tanpa cacat. Sri Mulyani masih mempunyai beberapa jumlah catatan kala bermetamorfosis menjadi bendahara negara.
Hal itu diutarakan oleh Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono kala merespons kabar Sri Mulyani tak masuk daftar kandidat menteri Prabowo. Yusuf menilai, Sri Mulyani adalah Menteri Keuangan yang tersebut non partisan dan juga lebih banyak berbagai dituntun oleh pertimbangan profesional kemudian argumentasi rasional di pembuatan kebijakan.
“Ini berubah menjadi kunci dari kepercayaan sejumlah pihak terhadap Menteri Keuangan. Menurut saya aspek ini masih akan bermetamorfosis menjadi persyaratan utama bagi Menteri Keuangan berikutnya,” ujar Yusuf ketika dihubungi Rabu, 21 Februari 2024.
Namun terlepas dari apresiasi berbagai pihak menghadapi kepemimpinan Sri Mulyani di dalam Kementerian Keuangan selama ini. Menurut Yusuf, Sri Mulyani miliki sebagian kelemahan mendasar yang tersebut bermetamorfosis menjadi catatan penting. Yusuf juga membeberkan banyak kesulitan yang masih bermetamorfosis menjadi pekerjaan rumah.
Lantas apa belaka catatan juga pekerjaan rumah untuk Sri Mulyani?
Catatan untuk Sri Mulyani menurut Ideas:
1. Gagal tingkatkan penerimaan pajak
Yusuf menganggap Sri Mulyani gagal meningkatkan penerimaan perpajakan. Hal ini, kata dia, terlepas dari bermacam kebijakan reformasi perpajakan yang dimaksud digulirkan selama era pemerintahan Presiden Jokowi.
Termasuk tax amnesty dan juga Undang-Undang 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Serta pengembangan core tax system, kinerja penerimaan perpajakan tiada banyak berubah.
Yusuf menjelaskan, tax ratio terkini pada 2023 semata-mata sebesar 10,23 persen dari produk-produk domestik bruto (PDB). Besarannya bahkan masih lebih lanjut rendah dari tax ratio di dalam awal pemerintahan Jokowi pada 2015 yakni 10,76 persen dari PDB.
“Kinerja penerimaan perpajakan kita stagnan di satu dekade terakhir, jikalau bukan dapat dikatakan menurun,” katanya.
2. Gagal menahan beban utang pemerintah
Yusuf mengatakan Sri Mulyani gagal menahan beban utang pemerintah yang mana kian membebani Anggaran Pendapatan dan juga Belanja Negara atau APBN secara signifikan.
Imbasnya, kata dia, menurunkan kemampuan APBN di menstimulus perekonomian kemudian melindungi rakyat miskin. Menurut Yusuf, beban bunga utang terus meningkat di 1 dekade terakhir, teristimewa pasca pandemi yang tersebut melejit sangat tinggi.
Bila pada 2015 beban bunga utang di kisaran Mata Uang Rupiah 150 triliun, tutur Yusuf, sekarang telah terjadi mendekati Rupiah 500 triliun pada RAPBN 2024. Beban bunga utang melonjak dari 17,9 persen dari penerimaan perpajakan pada 2019 berubah menjadi 24,4 persen dari penerimaan pajak pada 2020.
Pada 2023 ia memperkirakan rasio bunga utang terhadap penerimaan pajak masih akan berada pada kisaran 20,6 persen. Lalu pada 2024 diproyeksikan dalam kisaran 21,5 persen terpencil ke menghadapi batas aman dalam kisaran 7–10 persen.
3. Langgar disiplin makroekonomi
Di masa pandemi, kata Yusuf, untuk pertama kalinya pasca-krisis 1997, pemerintah melanggar dua disiplin makroekonomi terpenting. Antara lain melanggar disiplin fiskal berbentuk batas maksimum defisit anggaran 3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto serta melakukan monetisasi utang pemerintah dengan mengajukan permohonan BI membeli SBN di dalam bursa primer.
Selanjutnya: Pekerjaan Rumah Sri Mulyani sebagai Menteri Prabowo
- 1
- 2
- Selanjutnya
Artikel ini disadur dari Catatan Menkeu Sri Mulyani Selama Jadi Menteri Jokowi dan PR Saat Jabat Menteri Prabowo