Bursa Saham Asia Terpuruk Akibat Perang Dagang: Resesi Mengancam Ekonomi Global

Bursa Saham Asia Terpuruk Akibat Perang Dagang: Resesi Mengancam Ekonomi Global

Bursa saham Asia mengalami penurunan tajam pada Senin (7/4/2025) di tengah meningkatnya ketegangan perang dagang global. Kebijakan tarif perdagangan yang semakin agresif dari Amerika Serikat dan balasan dari China telah mengguncang pasar internasional, memicu kekhawatiran terhadap resesi global.

Wall Street dan Bursa Asia Merosot Tajam

Futures Wall Street mengalami penurunan signifikan, sementara para investor memperkirakan pemangkasan suku bunga di AS dalam waktu dekat, kemungkinan pada Mei 2025.

Di Asia, Indeks Nikkei 225 Jepang sempat merosot hingga 8,8%, mencapai level terendah sejak Oktober 2023. Hingga pukul 08.57 WIB, indeks tersebut masih mencatat penurunan 5,67%, sementara indeks Topix Jepang mengalami penurunan 6,56%.

Pasar saham di Hong Kong dan China ikut terdampak. Indeks Hang Seng HSI anjlok 8,91%, sementara saham teknologi besar seperti Alibaba (BABA) dan Tencent (700) jatuh lebih dari 8%. Indeks CSI300 China juga mengalami pelemahan sebesar 5,56%.

China Balas Kebijakan Tarif AS

Setelah AS menetapkan tarif lebih dari 50% untuk barang dari China, Beijing membalas dengan mengenakan bea tambahan terhadap impor dari AS pada Jumat lalu. Indeks KOSPI Korea Selatan terjatuh 4,14%, sementara ASX 200 Australia turun 3,70%, dan STI Singapura merosot tajam 7,06%.

Di pasar obligasi, ekspektasi terhadap pemangkasan suku bunga AS meningkat. Para investor kini memperkirakan kemungkinan lima kali pemangkasan suku bunga, masing-masing sebesar 25 basis poin sepanjang tahun ini. Hal ini menyebabkan imbal hasil Treasury turun drastis, serta menekan nilai dolar AS.

Gedung Putih dan China Bertahan pada Kebijakan Perdagangan

Ketidakstabilan pasar semakin memburuk setelah Gedung Putih menunjukkan sikap tegas terhadap kebijakan tarifnya. Presiden Donald Trump menegaskan bahwa ia tidak akan bernegosiasi dengan China hingga masalah defisit perdagangan AS diselesaikan.

Investor sebelumnya berharap bahwa dampak pasar yang mencapai triliunan dolar AS serta tekanan ekonomi yang besar akan mendorong Trump untuk mempertimbangkan kembali kebijakan perdagangannya, tetapi situasi tetap memanas.

Resesi Global: Ancaman yang Kian Nyata

Kepala Ekonom JPMorgan, Bruce Kasman, memperingatkan bahwa jika kebijakan perdagangan AS terus berlanjut, ekonomi global yang masih stabil bisa masuk zona resesi. Ia memperkirakan kemungkinan resesi mencapai 60%.

“Kami masih memperkirakan bahwa pemangkasan suku bunga pertama oleh The Fed akan terjadi pada bulan Juni,” ujarnya.

Namun, dengan meningkatnya tekanan ekonomi, analis sekarang melihat bahwa The Fed dapat memangkas suku bunga setiap pertemuan hingga Januari, yang dapat menurunkan suku bunga acuan ke 3,0%.

Wall Street Terkapar, Investor Khawatir Margin Laba Perusahaan

Di Wall Street, futures S&P 500 merosot 4,31%, sementara futures Nasdaq mengalami penurunan 5,45%, memperpanjang kerugian pasar yang hampir mencapai USD 6 triliun pada pekan lalu.

Investor juga mengantisipasi dampak ancaman resesi yang lebih besar dibandingkan lonjakan inflasi akibat tarif baru. Laporan inflasi AS pekan ini diperkirakan menunjukkan kenaikan 0,3% untuk Maret, tetapi analis memperkirakan bahwa tarif impor akan meningkatkan harga secara tajam dalam waktu dekat.

Musim Laporan Keuangan: Margin Laba Terancam

Kenaikan biaya produksi diperkirakan akan menekan margin laba perusahaan, tepat saat musim laporan keuangan dimulai. Bank-bank besar dijadwalkan merilis laporan kuartalannya pada Jumat, sementara 87% perusahaan AS diperkirakan akan mengumumkan kinerja mereka antara 11 April hingga 9 Mei.

Analis dari Goldman Sachs menyatakan bahwa lebih sedikit perusahaan yang akan memberikan panduan kinerja untuk kuartal kedua dan sepanjang tahun 2025.

“Kenaikan tarif akan memaksa banyak perusahaan untuk menaikkan harga atau menerima margin laba yang lebih rendah,” tambah mereka.

Kesimpulan: Pasar Global di Titik Kritis

Ketegangan perdagangan AS-China telah menyebabkan kejatuhan pasar saham global, meningkatkan kemungkinan resesi, serta menekan margin laba perusahaan.

Dengan ketidakpastian ekonomi yang terus meningkat, para investor harus lebih berhati-hati dalam membaca arah pasar dan memperhitungkan potensi pemangkasan suku bunga AS sebagai faktor pemulihan di masa mendatang.

Post Comment