REGULAR INVESTORS – Suzuki Motor Corporation berencana untuk menghentikan operasional pabriknya di Thailand pada akhir tahun 2025. Perusahaan otomotif asal Jepang ini akan memindahkan investasinya ke Indonesia.
Penutupan pabrik di Thailand merupakan bagian dari restrukturisasi produksi global Suzuki. Meskipun demikian, Suzuki akan tetap menjual produknya di Thailand dengan cara mengimpor dari pabrik yang berada di negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Direktur Pemasaran 4W Suzuki Indomobil Sales (SIS), Harold Donnel, menyatakan bahwa Suzuki akan meningkatkan nilai investasinya di Indonesia. Namun, ia tidak merinci besaran investasi tersebut.
“Kami akan terus meningkatkan nilai investasi dalam waktu dekat, dan kami akan menunjukkan kepada pemerintah serta masyarakat Indonesia bahwa Suzuki sangat serius dalam mengembangkan pasar di Indonesia,” ujar Harold di Tangerang, beberapa waktu lalu.
Harold menyatakan bahwa Suzuki memandang Indonesia akan berperan krusial dalam industri otomotif untuk pasar ASEAN. Oleh karena itu, mereka berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan pemerintah.
“Tahun ini, kita telah mendengar berita duka dari Thailand mengenai penutupan pabrik. Oleh karena itu, Suzuki Indonesia akan menjadi contoh yang sangat penting bagi pasar ASEAN, dan kami berencana untuk menyesuaikan hal tersebut pada tahun 2025,” tuturnya.
Pemerintah Indonesia baru-baru ini mengeluarkan kebijakan yang menghapuskan bea masuk dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk impor mobil listrik utuh (completely built up/cbu). Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 1/2024 dan akan berlaku hingga 31 Desember 2025.
Dengan kebijakan ini, produsen yang memiliki model mobil listrik dapat menjual produknya di Indonesia tanpa harus melakukan perakitan lokal. Hal ini juga memberikan kesempatan bagi Suzuki untuk mengimpor e-Vitara dalam bentuk CBU (Completely Built Up).
“Sebagai perusahaan, Suzuki harus mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dalam konteks korporat, kami hanya dapat mengikuti Peraturan Pemerintah,” ungkap Harold.