Jakarta – Kejaksaan Agung atau Kejagung menetapkan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong berubah menjadi dituduh di perkara impor gula. Tom Lembong diduga terlibat pada pemberian izin importir gula kristal mentah banyaknya 105 ribu ton yang dimaksud merugikan negara sekitar Rp400 miliar.
“Saudara TTL diduga memberikan izin impor gula kristal mentah 105 ribu ton terhadap PT AP yang mana kemudian gula kristal mentah yang dimaksud diolah menjadi gula kristal putih,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, pada 29 Oktober 2024.
Tom Lembong merupakan teman lama Anies Baswedan. Tom lalu Anies memang benar telah kenal lama sejak 2005 yang tersebut diungkapkan pada podcast di YouTube @HENDRI OFFICIAL.
“Saya kenal Anies sekitar 2005. Jadi lebih lanjut dari 18 tahun yang mana lalu, waktu beliau baru pulang dari kuliah dalam Amerika. Dan seperti diceritakan Pak Anies juga, begitu ketemu segera klop, secara langsung nyambung, satu frekuensi, satu visi. Banyak kecocokan,” jelasnya.
Tom Lembong terkenal mempunyai hubungan dekat dengan Anies Baswedan, khususnya pada Pilpres 2024 yang mana ditunjuk berubah menjadi Co-Captain Timnas AMIN. Saat berubah menjadi Co-Captain Timnas AMIN, Tom kerap melontarkan pernyataan kritis terhadap pemerintah, apa saja?
1. Ingatkan Luhut Soal Harga Nikel
Tom Lembong angkat bicara mengenai pernyataan Menteri Koordinator Sektor Kemaritiman serta Penyertaan Modal (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengenai harga jual nikel. “Hati-hati berbicara terlalu dini ya,” kata Tom Lembong ketika ditemui usai mengisi sebuah diskusi dalam kawasan Senayan, DKI Jakarta pada hari terakhir pekan malam, 9 Februari 2024.
Dia menuturkan, prinsipnya adalah penurunan nilai nikel masih belum selesai. Tom menyebut, penurunan nilai komoditas ini masih akan berlanjut.
Tom Lembong memperkirakan, penurunan nilai nikel terjadi ampai tahun depan, bahkan 2 tahun berikutnya. Sehingga, akan berdampak bagi lapangan usaha smelter maupun tambang nikel di Indonesia. “Ini kisahnya belum selesai, masih ada beberapa tahun lagi dalam mana harga jual nikel akan turun terus melemah,” tutur Tom Lembong.
2. Kritisi Melambungnya Harga Pangan
Tom Lembong juga angkat bicara tentang melambungnya biaya pangan. “Semua komunitas mengeluh mengenai nilai tukar pangan yang tersebut melambung, tapi faktanya lebih besar dari separuh dari hasil pertanian kita dibuang,” kata Tom di diskusi pada kawasan Senayan, DKI Jakarta pada Hari Jumat malam, 9 Februari 2024.
Menurut Tom, ini adalah hal yang mana ironis. Dia tak lama kemudian mengatakan istilah food loss. Food loss, ujar Tom, terjadi dalam tingkat petani kemudian logistik. Misalnya, hasil panen yang digunakan sengaja dibuang lantaran dimakan tikus atau serangga lain.
“Jadi, penanaman modal pada pergudangan kemudian wadah tahan serangga itu akan sangat membantu untuk meningkatkan kuantitas pangan yang tersedia dalam pasar,” ujar Tom.
Dengan begitu, ujar dia, akan muncul win-win solution. Petani tidaklah kerusakan oleh sebab itu kualitas produk-produk terjaga juga hasil panen bukan berkurang. Di sisi lain, konsumen juga dapat menikmati biaya pangan lebih lanjut rendah. Sebab mekanisme pangsa berlaku, di mana stok produk-produk sejumlah otomatis tarif berubah menjadi lebih lanjut rendah.
3. Kritik Hilirisasi ala Jokowi
Selain itu, Tom Lembong juga menyimpulkan inisiatif pengembangan lebih lanjut yang mana dijalankan pemerintahan Presiden Jokowi mempunyai tiga kesulitan besar. Pertama, Tom mengumumkan proses lanjut bidang yang dijalankan ketika ini tidaklah berorientasi pada pasar.
“Pemerintah kemarin meninjau biaya nikel bagus, permintaan tinggi, oleh sebab itu semua elemen penyimpan daya mobil listrik pakai nikel,” kata kata Tom di acara Diskusi Publik Opini Capres/Cawapres 2024-2019 tentang Kebijakan Industri, Hilirisasi juga Perubahan iklim di dalam Gedung CSIS Jakarta, Rabu, 6 Desember 2023.
Masalah kedua, Tom mengatakan, kegiatan proses lanjut Jokowi terlalu fokus dan juga terobsesi pada nikel, baterai, juga kendaraan listrik. Padahal, harus kebijakan yang tambahan luas ke sektor lain. Apalagi bidang nikel, baterai, kemudian mobil listrik salah satunya sektor padat modal, tidak padat karya.
“Yang bekerja robot. Mekanisme otomatisasi, sehingga sedikit sekali manusia yang digunakan bekerja ke situ,” kata Tom. “Akhirnya, dampak ke lapangan kerja jadi minim.”
Masalah ketiga, lanjut Tom, dampak lingkungan. Eks Menteri Perdagangan ini berujar, standar lingkungan hidup di sektor pertambangan maupun smelter sangat dari yang mana diperlukan. Ia menyoroti permintaan tanah yang dimaksud besar untuk menggali nikel lalu dampaknya. “Setelah nikel dikeluarkan, itu tanah jadi toksik,” tutur Tom. “Dampak emisi rumah kacanya juga bikin parah krisis iklim.”
ANANDA RIDHO SULISTYA | RIRI RAHAYU | AMELIA RAHIMA SARI | RACHEL FARAHDIBA REGAR
Artikel ini disadur dari Beberapa Sikap Kritis Tom Lembong Terhadap Pemerintahan Jokowi, Kini Kejagung Tetapkan Jadi Tersangka Impor Gula