Jakarta – Manajemen PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA membuka pernyataan terkait piutang terhadap Sritex sebesar US$ 71.309.857 atau senilai Mata Uang Rupiah 1,12 triliun. BCA bermetamorfosis menjadi bank pemberi pinjaman terbesar terhadap perusahaan yang mana baru sekadar dinyatakan pailit tersebut.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F Haryn, mengemukakan BCA menghormati putusan hukum dari Pengadilan Niaga Semarang yang menyatakan Sritex atau PT Sri Rejeki Isman Tbk. mengalami kepailitan.
Hera memaparkan BCA terbuka untuk berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, salah satunya dengan kurator yang ditunjuk pengadilan untuk mencapai solusi terbaik bagi debitur serta kreditur.
“BCA juga menghargai langkah hukum kasasi yang sedang diajakukan oleh debitur yang dimaksud bersangkutan,” kata Hera pada pernyataan resmi yang digunakan Tempo dapatkan, Selasa, 29 Oktober 2024.
Seperti diketahui, berdasarkan laporan keuangan konsolidasi per 30 Juni 2024 Sritex memiliki total liabilitas sebesar US$ 1.597.894.876 atau sekitar Mata Uang Rupiah 25 triliun. Liabilitas yang dimaksud didominasi liabilitas jangka panjang sebesar US$ 1.466.477.101 atau sekitar Mata Uang Rupiah 23 triliun.
Selain itu, tanggungan finansial jangka panjang Sritex didominasi oleh utang bank sebesar US$ 809.994.386 atau Mata Uang Rupiah 12,7 triliun. BCA bermetamorfosis menjadi kreditur dengan nilai pinjaman Mata Uang Rupiah 1,12 triliun dan juga berubah jadi yang dimaksud terbesar dari 28 bank penyalur pinjaman.
Sritex pada waktu ini sedang melakukan upaya kasasi pasca diputuskan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam, menyatakan perusahaan yang tersebut ketika ini mempunyai liabilitas tambahan dari Rupiah 25 triliun ini berupaya masih beroperasi agar sanggup memenuhi kewajibannya berdasarkan putusan homologasi.
“Perseroan akan terus beroperasi secara normal lalu terus berupaya meningkatkan produksi,” kata Welly di informasi resminya, Sabtu, 26 Oktober 2024.
Di berada dalam situasi tak menentu yang tersebut dialami salah satu debitur BCA, Hera mengatakan, rasio loan at risk (LAR) BCA ada di dalam level 6,1 persen pada sembilan bulan pertama tahun 2024, membaik dari sikap dalam setahun tak lama kemudian dalam bilangan bulat 7,9 persen.
Selain itu, rasio kredit bermasalah (NPL) berada di tingkat yang dimaksud terjaga sebesar 2,1 persen. Sedangkan pencadangan LAR lalu NPL ada pada tingkat yang dimaksud memadai, tiap-tiap 73,5 persen lalu 193,9 persen.
Artikel ini disadur dari Jadi Bank Pemberi Utang Terbanyak ke Sritex, BCA Buka Suara soal Nasib Dana Rp1,12 Triliun Miliknya