Jakarta – Tim Pantau Gambut menemukan bahwa sebagian lahan Food Estate di dalam Kalimantan Tengah pada saat ini telah berubah menjadi semak belukar juga bertumpang tindih dengan area perkebunan sawit milik swasta. Situasi itu digambarkan secara lengkap pada hasil studi berjudul ‘Swanelangsa Pangan pada Lumbung Nasional: Catatan Proyek Food Estate Kalimantan Tengah Setelah Tiga Tahun Berlalu.’
Manajer Kampanye kemudian Advokasi Pantau Gambut, Wahyu Perdana, menyatakan ekstesifikasi Food Estate bertolak belakang dengan komitmen emisi bersih (net zero emission) yang digunakan rutin digaungkan pemerintah. Buktinya, kegiatan yang disebutkan dilaksanakan di areal bekas pengembangan lahan gambut (PLG) sejuta hektare peninggalan Presiden Soeharto.
“Bekas proyek telah lama menjelma sebagai ‘bom karbon’, ditunjukkan lewat kebakaran hutan dan juga lahan (karhutla) periode 1997–1998 dan juga 2015,” ucap Wahyu melalui instruksi tertulis, Jumat, 18 Oktober 2024.
Alih-alih menghentikan proyek lumbung pangan dan juga merestorasi gambut, pemerintah justru membiarkan lahan terbengkalai serta beralih fungsi. Ada 15 titik pemantauan yang digunakan vegetasinya telah hilang kemudian bermetamorfosis menjadi semak belukar.
Pantau Gambut juga menemukan bahwa sebagian area yang digunakan dicadangkan sebagai lumbung pangan nasional telah terjadi diakuisisi oleh perusahaan swasta. Lahan itu, ucap Wahyu, berubah menjadi kebun sawit seluas 274,6 hektare (Ha). “Bagaimana kemungkinan besar area yang mana seharusnya digunakan sebagai lahan produksi pangan, justru dikuasai oleh perkebunan swasta?” tuturnya.
Menurut dia, lahan yang tersebut dipakai untuk proyek strategis nasional (PSN) pangan itu berstatus Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP), sehingga tak seharusnya bertumpuk dengan izin pemanfaatan kawasan hutan. Organisasi perkebunan dengan izin hak guna bidang usaha (HGU) juga semestinya tak beroperasi di dalam lokasi Food Estate, melainkan ke Area Pemanfaatan Lain (APL).
“Tumpang tindih ini menunjukkan bahwa pelaksanaan proyek Food Estate mungkin besar berubah menjadi celah permainan mafia tanah,” kata Wahyu.
Meski telah dihujani kritik, Pemerintahan Presiden Joko Widodo masih memperluas area Food Estate di Kalimantan Tengah, Dalam kajian, Pantau Gambut menyebutkan bahwa Presiden serta Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka juga miliki misi untuk menambah 4 jt Ha luasan panen flora pangan.
Merauke Turut jadi Sasaran
Wilayah Merauke di Papua Selatan juga dipilih berubah menjadi tempat kejadian lumbung pangan nasional. Proyek Food Estate Merauke mulai berstatus PSN sejak November 2023, dengan nama ‘Kawasan Penguraian Pangan serta Daya Merauke dalam Provinsi Papua Selatan’. Proyek itu mencakup 2 jt Ha lahan yang dicanangkan sebagai Kawasan Sentra Produksi Pangan (KSPP).
Pada praktiknya, PSN food estate Merauke terbagi berubah menjadi dua. Pertama, proyek cetak sawah baru serta vegetasi lain yang mana dikelola oleh Kementerian Perlindungan serta Kementerian Pertanian, dan juga perusahaan swasta Jhonlin Group dengan lahan seluas total 1 jt Ha.
Yang kedua berbentuk perkebunan tebu serta bioetanol yang digunakan dikelola 10 perusahaan dengan lahan seluas lebih besar dari 500 ribu Ha. Percepatan kebun tebu ini diurus oleh Satuan Tugas Percepatan Swasembada Gula juga Bioetanol. (Baca lebih banyak lengkap dalam laporan premium Tempo: Adu Cepat sekali Prabowo kemudian Jokowi pada Food Estate Merauke)
Mewakili Pantau Gambut, Wahyu mendesak evaluasi, bahkan penghentian proyek Food Estate. Selain gagal beruntun, proyek ini juga dianggap mengacaukan lingkungan kemudian lingkungan gambut. eksekutif juga diminta menghentikan eksploitasi gambut, sekaligus merehabilitasi area yang dimaksud terdegradasi. “Undang-Undang Cipta Kerja yang dimaksud mengatur PSN terlalu enteng mengorbankan standar lingkungan,” kata dia.
Artikel ini disadur dari Studi Pantau Gambut Soal Food Estate Kalimantan: Sebagian jadi Semak Belukar, Bahkan Kebun Sawit