Jakarta – Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi serta Baja Nusantara (IISIA), Widodo Setiadharmaji, mengutarakan dumping baja Cina sudah berlangsung lama serta mengakibatkan hasil baja nasional alami kerugian. Tak cuma kehilangan pangsa lingkungan ekonomi domestik, produk-produk baja yang kelewat terjangkau dari Negeri Panda juga merusak nilai tukar pasar.
Widodo mencontohkan, harga jual produk hot rolled coil dari Cina ketika tiba pada Indonesi hanya saja sekitar US$ 530–540 per ton. Sedangkan biaya produksi hot rolled coil nasional berkisar antara US$ 650–660 per ton. “Selisih nilai tukar ini memproduksi produsen baja nasional tidak ada dapat bersaing juga harus jual dengan tarif merugi,” ucapnya pada waktu dihubungi Tempo, Ahad, 6 Oktober 2024.
Kondisi ini sudah pernah mengakibatkan kerugian pada beberapa produsen baja nasional. Jika terus berlanjut, Widodo mengungkapkan produsen baja nasional akan mengalami kebangkrutan.
Hingga kuartal III 2024, survei internal IISIA menunjukkan produsen baja nasional sangat sulit jual produknya. Sejumlah perusahaan melaporkan sudah kehilangan pangsa lingkungan ekonomi hingga lebih besar dari 20 persen. Bahkan, sebagian ke antaranya tidaklah bisa saja melakukan penjualan. “Hal ini berkaitan erat dengan peningkatan impor dari Tiongkok yang dimaksud melonjak hingga 34 persen pada periode tersebut,” katanya.
Saat ini, Widodo memaparkan tingkat utilisasi kapasitas produksi baja nasional pada beberapa segmen berada pada bawah 60 persen, bahkan ada yang mana kurang dari 30 persen. Kondisi ini, menurut dia, berjauhan dari kondisi ideal utilisasi kapasitas sekitar 80 persen yang memungkinkan produsen baja beroperasi secara efisien serta menghasilkan kembali keuntungan.
Situasi ini tak hanya saja dihadapi Indonesia. Widodo mengatakan, bidang baja di dalam Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada, juga negara-negara maju lain pun tak mampu menghadapi dumping baja dari Cina. Produsen-podusen baja Jepun dan juga Korea yang bukan mampu bersaing meminta-minta pengamanan dari pemerintah masing-masing.
Pemerintah di dalam negara-negara tersebut, menurut Widodo, mengambil langkah cepat dan juga tegas pada melindungi bursa domestik lalu produsen baja nasional mereka. Negara hadir melakukan konfirmasi lapangan usaha baja setiap dapat bertahan kemudian terus berubah jadi tulang punggung kemandirian bidang dan juga kegiatan ekonomi nasional. Sebab, lapangan usaha baja merupakan lapangan usaha strategis.
Di Indonesia, Widodo memaparkan visi Negara Indonesia Emas 2045 membutuhkan sektor baja yang tersebut mampu bertambah serta kuat. Mengungat lebih besar dari 100 jt ton baja akan dibutuhkan untuk mewujudkan visi tersebut. Dia tak bisa saja membayangkan nasib sektor baja nasional jikalau hancur akibat dumping barang baja Cina. “Apakah Tanah Air akan bergantung pada impor atau Penanaman Modal Eksternal (PMA) yang dikendalikan oleh asing? Apakah kemandirian negara dapat dipertahankan?” kata Widodo.
Gibran Sebut Menu Makan Bergizi Gratis pada SMAN 70 Ibukota Selatan Paling Mewah, Hal ini Menunya
Artikel ini disadur dari Banjir Baja Impor Cina: Pasar Domestik Hilang, Produsen Dalam Negeri Merugi