Sejumlah pelaku usaha mengidentifikasi tantangan dan peluang ekonomi yang akan dihadapi pada tahun 2025. Tantangan tersebut mencakup penurunan jumlah kelas menengah, maraknya impor barang ilegal, serta depresiasi nilai tukar Rupiah.
Penurunan Kelas Menengah
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (APREGINDO), Handaka Santosa, menyatakan bahwa salah satu tantangan utama bagi pedagang ritel saat ini adalah berkurangnya jumlah kelas menengah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan dari 57,33 juta pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta pada tahun 2024. Penurunan ini menjadi indikasi bahwa konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi pilar pertumbuhan ekonomi nasional, juga akan menurun.
Peluang di Tengah Tantangan
Meski demikian, Handaka melihat adanya peluang bagi pedagang ritel, terutama dengan meningkatnya jumlah rekening bank yang memiliki saldo di atas Rp5 miliar. Dia juga optimis dengan potensi belanja orang kaya di luar negeri yang diperkirakan mencapai Rp324 triliun.
Ancaman Barang Ilegal
Handaka juga menyoroti masalah banyaknya barang ilegal yang mengancam daya saing pedagang ritel yang beroperasi secara legal. Barang-barang ilegal ini banyak diperjualbelikan melalui platform online. CEO SOGO ini berharap akan ada langkah-langkah yang cerdas dan efektif untuk memberantas peredaran barang ilegal tersebut. “Barang ilegal ini mengurangi pendapatan pemerintah dari bea masuk, PPN, PPh impor, serta biaya survei dan safeguard lainnya,” ungkap Handaka dalam pernyataan resmi di Jakarta, Selasa (28/1/2025).
Baca Juga : Penutupan Penjualan Produk Fisik di Bukalapak: Tantangan di Dunia E-Commerce
Tantangan Depresiasi Rupiah
Sementara itu, Direktur General Affairs PT Panasonic Manufacturing, Harry Wibowo, menambahkan bahwa pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap USD juga menjadi tantangan yang harus dihadapi pada tahun 2025. Harry menjelaskan bahwa industri elektronik dan peralatan rumah tangga menghadapi tekanan akibat depresiasi nilai Rupiah, yang dipicu oleh terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS serta kebijakan Bank Sentral AS yang belum menurunkan suku bunga acuan. “Tekanan ini muncul karena sebagian besar bahan baku dan komponen untuk industri elektronik berasal dari impor,” jelasnya.
Proses Digitalisasi
Tantangan lain yang dihadapi oleh industri elektronik adalah proses digitalisasi. Ia berpendapat bahwa pelaku industri dapat meningkatkan efisiensi, kualitas produk, dan pengambilan keputusan berbasis data melalui digitalisasi. Namun, proses ini memerlukan investasi yang cukup besar.
Kebijakan Pemerintah
Sementara itu, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menyatakan bahwa arah kebijakan pemerintah dalam meningkatkan konsumsi atau pendapatan masyarakat, terutama untuk kelas menengah, masih belum jelas. Selain penurunan daya beli masyarakat, Faisal menambahkan bahwa belanja pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi terhambat oleh keterbatasan fiskal. “Oleh karena itu, CORE Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini berada di kisaran 4,8-5 persen. Proyeksi ini masih jauh dari target pemerintah yang ingin mencapai 8 persen,” ungkap Faisal.
Strategi Efektif untuk Pertumbuhan Ekonomi
Namun, Ekonom senior, Hendri Saparini, menyatakan bahwa perekonomian dapat tumbuh lebih baik jika pemerintah mampu memanfaatkan berbagai potensi yang ada melalui kebijakan yang tepat dan mengutamakan kepentingan nasional. “Revitalisasi dan industrialisasi, misalnya, dapat menjadi strategi efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” tuturnya.
Dengan tantangan dan peluang yang ada, pelaku usaha dan pemerintah perlu berkolaborasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan pada tahun 2025. Apakah Anda melihat peluang lain yang dapat diambil? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar di bawah!
2 thoughts on “Tantangan dan Peluang Ekonomi Indonesia 2025: Penurunan Kelas Menengah hingga Depresiasi Rupiah”