REGULAR INVESTORS – Wakil Presiden Hubungan Korporat Shell Indonesia, Susi Hutapea, memberikan tanggapan mengenai isu penutupan seluruh jaringan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Shell di Indonesia.
Susi menegaskan bahwa informasi yang beredar mengenai penutupan seluruh SPBU di Indonesia adalah tidak akurat. Ia menambahkan bahwa Shell Indonesia akan terus berkomitmen pada operasional SPBU, terutama dalam memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.
“Shell Indonesia menegaskan bahwa berita yang beredar mengenai rencana penutupan seluruh SPBU di Indonesia adalah tidak benar. Kami tidak dapat memberikan komentar mengenai spekulasi yang ada di pasar,” ujar Susi Dikutip dari Bloomberg Technoz, Minggu (24/11/2024).
Shell Indonesia terus memprioritaskan operasional SPBU untuk pelanggan kami,” tambahnya.
Isu mengenai penutupan seluruh SPBU Shell di Indonesia semakin menguat setelah PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) melalui perusahaan patungan dengan Glencore mengakuisisi kilang minyak Shell di Singapura.
Sebelumnya, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal mengungkapkan bahwa ia telah mendengar informasi tersebut. Namun, TPIA bukanlah satu-satunya faktor yang dapat menjelaskan jika Shell harus menutup seluruh jaringan SPBU di Indonesia.
Persaingan dalam bisnis sektor hilir minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia, terutama dalam distribusi bahan bakar minyak (BBM), diperkirakan akan semakin menantang bagi perusahaan asing.
Shell juga menghadapi tantangan dari PT Pertamina (Persero) yang memiliki kekuatan monopoli berkat dukungan dan fasilitas dari pemerintah.
“SPBU di Indonesia memang didominasi oleh Pertamina, sehingga [Shell] tidak dapat berkembang. Dukungan pemerintah terhadap Pertamina membuat pangsa pasar Pertamina mencapai 90%,” ujar Moshe, yang dikutip pada Minggu (24/11/2024).
“Untuk apa [SPBU] Shell ada di Indonesia, jika tidak bisa berkembang?”
Moshe menambahkan bahwa seiring dengan perkembangan zaman, kualitas BBM Pertamina semakin meningkat. Hal ini berbeda dengan beberapa tahun lalu ketika performa BBM Shell lebih unggul dibandingkan Pertamina.
Fokus pada Hulu
Moshe menjelaskan bahwa Shell Plc secara global memang memiliki strategi untuk mengurangi operasi di sektor hilir atau downstream migas di kawasan Asia Tenggara. Perusahaan ini akan lebih memfokuskan diri pada industri hulu atau upstream.
Sebagai bagian dari Oil and Gas Climate Initiative (OGCI), Shell berencana untuk secara signifikan mengurangi intensitas emisi karbon dioksida (CO2) dari proses produksinya. Sebagai contoh, sebelumnya 100 barel minyak menghasilkan 5 ton CO2, kini jumlah tersebut telah berkurang menjadi 2,5 ton CO2.
“Yang dimaksud adalah intensitas, bukan total keseluruhan. Ini menunjukkan upaya untuk mengurangi dampak CO2 per barel ekuivalen. Meskipun laporan mereka menunjukkan penurunan secara keseluruhan, produksi tetap meningkat karena permintaan, di mana sektor hilir menjadi salah satu penyumbang terbesar. Inilah alasan mengapa Shell ingin mengurangi jumlah SPBU di Asia Tenggara. Dari segi margin, lebih menguntungkan untuk fokus pada upstream dibandingkan downstream,” ungkap Moshe.
“Dari satu sisi, mereka mengurangi CO2 per barel ekuivalen, sementara di sisi lain, mereka tetap mempertahankan margin keuntungan di sektor upstream, dengan menjual kilang petrokimia mereka.”