REGULAR INVESTORS – Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menyatakan bahwa dalam dua tahun terakhir, sebanyak 30 pabrik tekstil telah ditutup. “Yang terbaru adalah BUMN, PT Primissima, yang baru saja menghentikan operasionalnya. Jadi, total ada 30 pabrik yang tutup dan menghentikan produksi. Beberapa di antaranya memang merelokasi sebagian dari fasilitas produksinya,” ungkap Redma dikutip dari CNBC Indonesia, yang dikutip pada Sabtu (23/11/2024).
Penutupan pabrik-pabrik ini berdampak pada lebih dari 11.207 pekerja yang kehilangan pekerjaan mereka. Angka tersebut belum mencakup total keseluruhan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena ada perusahaan yang tidak mengungkapkan jumlah PHK yang terjadi.
Terdapat beberapa perusahaan tekstil yang saat ini sedang menunggu putusan dari Pengadilan terkait Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), di antaranya adalah PT Sri Rejeki Isman (Sritex), PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk (SBAT), dan PT Pan Brothers Tbk.
Redma juga mengingatkan kepada pemerintah bahwa industri tekstil seharusnya mendapatkan perhatian lebih, mengingat sektor ini merupakan bisnis yang padat karya. Hal ini berarti bahwa penutupan pabrik dapat menyebabkan ribuan orang kehilangan pekerjaan secara bersamaan.
PHK Pabrik Tekstil Terbanyak
Menurut informasi yang diperoleh dari Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, sejak awal tahun hingga 15 November 2024, sekitar 64.288 pekerja di Indonesia mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Angka ini mengalami peningkatan dari akhir Oktober yang tercatat sebanyak 63.947 pekerja.
Data ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker, Indah Anggoro Putri.
Dalam pemaparan data tersebut, Indah mengungkapkan bahwa terdapat tiga sektor yang paling banyak melakukan PHK. Sektor yang paling tinggi adalah industri pengolahan dengan lebih dari 28 ribu pekerja yang terkena dampak, termasuk di dalamnya industri tekstil.
Selanjutnya, sektor aktivitas jasa lainnya mencatatkan lebih dari 15 ribu pekerja yang mengalami PHK, dan sektor ritel atau perdagangan bebas serta eceran sebanyak lebih dari 8 ribu orang.
Berikut adalah rincian 30 perusahaan tekstil yang telah menghentikan produksi sejak triwulan II tahun 2022, berdasarkan data dari APSyFI:
- PT PRIMISSIMA (Persero)
- PT LAWE ADYAPRIMA
- PT GRAND PINTALAN
- PT CENTEX – SPINNING MILLS
- PT DAMATEX
- PT ARGO PANTES – BEKASI
- PT ASIA CITRA PRATAMA
- PT KAHA APOLLO UTAMA
- PT MULIA CEMERLANG ABADI
- PT LUCKY TEKSTIL (PHK 100 orang)
- PT GRAND BEST (PHK 300 orang)
- PT DELTA MERLIN TEKSTIL I DUNIATEX GRUP (PHK 660 orang)
- PT DELTA MERLIN TEKSTIL II DUNIATEX GRUP (PHK 924 orang)
- PT PULAUMAS TEKSTIL (PHK 460)
- PT TUNTEX (tutup & PHK 1163 orang)
- AGUNGTEX GRUP (2000-an orang dirumahkan)
- PT KABANA (PHK 1200-an)
- PT PISMATEX (pailit & PHK 1700-an)
- PT SAI APAREL (relokasi sebagian)
- PT ADETEX (500-an dirumahkan)
- PT NIKOMAS (bertahap ribuan pekerja)
- PT CHINGLUH (2000-an pekerja)
- PT HS APAREL (tutup)
- PT STARPIA (tutup)
- PT DJONI TEXINDO
- PT EFENDI TEXTINDO
- PT FOTEXCO BUSANA INTERNATIONAL
- PT WISKA SUMEDANG (tutup & PHK 700-an)
- PT ALENATEX (tutup & PHK 700-an)
- PT KUSUMA GROUP (3 perusahaan tutup & PHK 1500-an)