JAKARTA – Lebih dari satu dekade lalu, kinerja logistik nasional Negara Indonesia dinilai belum berjalan dengan optimal oleh sebab itu besaran biaya logistiknya yang dimaksud tinggi. Informasi World Bank pada 2013 mencatat biaya logistik nasional Nusantara mencapai 24%, terpencil melebihi negara-negara ke kawasan Asia Tenggara.
Kondisi yang dimaksud menggerakkan pemerintah menyusun strategi yang digunakan komprehensif untuk menjawab tantangan arus logistik agar semakin efisien serta sistematis dengan melakukan metamorfosis digital melalui pengembangan Nusantara National Single Window (INSW) dan juga National Logistic Ecosystem (NLE).
Pada awal pengembangannya, yaitu pada tahun 2014, INSW berada di fase awal konsolidasi sebagai ekosistem yang tersebut mengintegrasikan pengelolaan dokumen kepabeanan ke Indonesia. Pembangunan berfokus pada penerapan single submission (SSm) untuk pengajuan dokumen ekspor serta impor. Prestasi INSW pada periode ini masih terbatas pada integrasi dasar antarinstansi pemerintah. Walau demikian, implementasi ini membantu meningkatkan efisiensi tahapan perdagangan lintas batas.
Tahun berikutnya, pada 2015, pemerintah membentuk lembaga yang dimaksud menjalankan portal INSW, yaitu Lembaga National Single Window (LNSW). Lembaga ini bertanggung jawab untuk mengurus serta mengoperasikan INSW secara nasional, menjamin koordinasi antarinstansi yang tambahan baik, kemudian menggerakkan integrasi sistem di sektor kepabeanan, karantina, dan juga perizinan terkait perdagangan dengan nama Pengelola Portal (PP) INSW.
Pada tahun yang tersebut sama, untuk menyokong implementasi INSW, pemerintah juga membentuk Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) Gen-1 yang mana berfungsi sebagai sistem elektronik untuk mengintegrasikan sistem pada kementerian/lembaga yang mana berkaitan dengan ekspor lalu impor. Sistem pada kementerian/lembaga tersebut, antara lain, Sistem Inatrade (Kementerian Perdagangan), SIINAS (Kementerian Perindustrian), serta CEISA (Kementerian Keuangan).
Pada tahun 2016, INSW mulai diimplementasikan secara penuh ke beberapa pelabuhan utama Indonesia, seperti Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Belawan, dan juga Pelabuhan Tanjung Perak. Pemanfaatan INSW di Pelabuhan-pelabuhan ini membantu percepatan rute clearance, oleh sebab itu adanya integrasi sistem kepabeanan juga perizinan pada lembaga terkait.
Pada tahun 2017, Negara Indonesia mulai berpartisipasi terlibat di ASEAN Single Window (ASW), yaitu wadah regional untuk pertukaran data perdagangan lintas negara ASEAN. INSW diintegrasikan dengan ASW, sehingga memungkinkan pertukaran data elektronik seperti Certificate of Origin (e-Form D) antarnegara anggota ASEAN.
Tahun berikutnya, Tanah Air mulai mengimplementasikan Sistem Pertukaran Informasi Elektronik ASEAN Trade in Goods Agreement (SiPakDE ATIGA) antara Negara Indonesia dengan Thailand, Malaysia, Singapura, juga Vietnam. Hal ini mengupayakan perdagangan bebas pada kawasan ASEAN juga menguatkan peran Indonesia pada rantai pasokan global.
Pandemi pandemi Covid-19 yang digunakan melanda bumi pada 2020 mengupayakan pemerintah meningkatkan serangkaian digital pada perdagangan lintas batas. Saat pandemi Covid-19, INSW mendirikan sistem SSm Perizinan Impor Tanggap Darurat untuk memfasilitasi pembebasan bea masuk serta perizinan di rangka penanggulangan Covid-19.
Artikel ini disadur dari Transformasi Kepabeanan Dorong Efisiensi dan Kemudahan Layanan Pelabuhan